New Zealand-Maluku Access to Renewable Energy Support (NZMATES) menyelenggarakan webinar dalam rangka diseminasi hasil penelitian “Peran dan Partisipasi Perempuan Pada Sektor Energi Terbarukan di Provinsi Maluku”, Selasa 11/7/2023 secara daring. NZMATES bersama tim peneliti Studi ini menjadi penting mengingat perempuan, selama 24 jam penuh bersinggungan dengan energi. Sehingga pembangunan dan pengaplikasian kebijakan sangat penting untuk memperhatikan dimensi gender. Agar inklusivitas di tingkat energi dapat terwujud.
Executive Director Mercy Corps Indonesia, Ade Soekadis menyampaikan bahwa perempuan masih memiliki kesempatan untuk dapat meningkatkan peran dan partisipasi dalam sektor energi. Lebih jauh lagi pada energi baru dan terbarukan. Harapannya melalui webinar ini, NZMATES, Pemerintah, BUMN, tokoh masyarakat, masyarakat sipil mampu memberikan dorongan terhadap pengarusutamaan gender dalam regulasi, kebijakan, dan pembangunan dalam sektor energi. Sehingga perlu kerjasama multi-aktor dan multi-sektor sangat penting.
“Pendekatan melalui budaya, edukasi, advokasi, pendampingan dan lain sebagainya menjadi program prioritas untuk mewujudkan pengarusutamaan gender dan inklusivitas energi di Indonesia.”, kata Ade.
Senada dengan Ade, Kepala Bappeda Provinsi Maluku, Anton Adrian Lailossa menyebut bahwa kajian terkait pengarusutamaan gender dalam sektor energi terbarukan merupakan suatu hal yang perlu untuk diteliti.
“Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sensitivitas kepada pemerintah daerah dan semua pihak yang terlibat sehingga kebijakan-kebijakan yang dilakukan dalam sektor energi dapat lebih masyarakat terhadap isu gender.”, kata Anton.
Dalam kaitannya pekerjaan, perempuan masih mengalami diskriminasi gender. Hal ini diakibatkan oleh permasalahan struktural yang harus dihadapi oleh perempuan itu sendiri. Ada anggapan bahwa perempuan tidak cocok untuk menempati beberapa posisi pekerjaan tertentu, di mana hal ini menjadikan pekerjaan tersebut bias gender.
“adanya perasaan terisolasi karena adanya ketimpangan jumlah di tempat kerja, dan masih kurangnya peluang akademis atau kesempatan untuk magang.”, kata Marie Irene de Fretes, Senior Community Engagement NZMATES saat memberikan sambutannya.
Pentingnya Mendorong Kolaborasi Perempuan untuk Terlibat di Sektor Energi
Peran dan partisipasi perempuan di sektor energi terbarukan di Provinsi Maluku masih didominasi laki-laki. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat keadaan asyarak kerja di Indonesia Agustus 2021, menunjukan perbandingan partisipasi dalam lapangan pekerjaan antara laki-laki dan perempuan berada di angka 77,6 persen untuk laki-laki dan 53,7 persen untuk perempuan. Hanya ada 40.000 perempuan yang bekerja di sektor gas dan listrik. Jumlah ini masih sangat timpang jika dibandingkan dengan jumlah laki-laki yang mencapai angka 240.000 orang pada posisi yang sama.
Dalam kacamata regulasi terdapat tiga undang-undang yang berkaitan dengan pengelolaan energi, yaitu UU No.30 Tahun 2007 Tentang Energi, UU No.30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan, dan UU No.4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Akan tetapi pengarusutamaan gender belum menjadi perhatian dan belum terintegrasikan pada regulasi nasional di sektor energi walaupun kebijakan pengarusutamaan gender telah diinisiasi sejak tahun 2000.
Dalam regulasi yang mengatur energi terbarukan & EBT di Indonesia yang termuat di Pasal 4 ayat (2) dan (3) UU No.30 Tahun 2007, PP No.79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, dan Perpres No.22 Tahun 2017 RUEN (Rencana Umum Energi Nasional) belum terdapat muatan pengarusutamaan gender di dalamnya. Sehingga mendorong Koalisi Perempuan Indonesia dalam risetnya mengusulkan PUG dalam RUU EBT.
Selain itu, dominasi laki-laki juga ternyata terlihat pada anggota Dewan Energi Nasional pada periode 2020-2025. Maka, suara dan kuota perempuan perempuan belum ter afirmasi dalam Perpres No.26 Tahun 2008 tentang Pembentukan Dewan Energi Nasional & Tata cara Penyaringan Calon Anggota Dewan Energi Nasional.
Untuk itu, saat ini pemerintah Provinsi Maluku masih harus terus mendorong PUG dalam regulasi sektor energi. Hal ini membutuhkan kolaborasi lintas dan multi sektor, penguatan kapasitas internal birokrasi terutama birokrasi yang berkaitan dengan pemberdayaan perempuan, pemberdayaan masyarakat desa, dan sektor energi. Penguatan kelembagaan manajemen energi terbarukan baik di level kabupaten atau desa juga penting, utamanya pada level desa untuk mengelola energi terbarukan yang sudah diimplementasikan di desa.
Hasil studi juga memperlihatkan bahwa perlu proses advokasi untuk kesetaraan dan keadilan gender. Karena masyarakat di Maluku masih di tahap buta gender. Advokasi ini penting dilakukan untuk mendorong serta meningkatkan bauran energi terbarukan. Sehingga advokasi ini perlu juga untuk berkolaborasi dengan pemerintah. Maka, pemerintah dapat membentuk pengelolaan PLTS, PLTMH yang lebih baik dan tidak bias gender.