New Zealand-Maluku Access to Renewable Energy Support (NZMATES) melakukan Penilaian Teknis dan Survey Keberlanjutan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di PLTS Lelingluan dan Watmasa Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) pada 17-27 Oktober 2023 lalu. Hal ini dilakukan untuk memberikan informasi terbaru bagi pemerintah daerah (Pemda) dan pihak-pihak terkait tentang status terkini dari asset PLTS yang ada di daerah tersebut. Serta penilaian teknis pada masing-masing aset PLTS serta bagaimana pemanfaatan kedepannya oleh masyarakat di daerah tersebut.
NZMATES melakukan survei dan penilaian di PLTS Bomaki, Tutukembong, Lelingluan, Watmasa, dan terakhir Adaut. Pada kelima lokasi tersebut, kami melakukan penilaian aset yang meliputi kondisi infrastruktur listrik saat ini, spesifikasi teknis dan kondisi peralatan yang terpasang, masalah penting terkait keamanan, pengujian listrik komponen PV, penilaian beban listrik, karakteristik dan ekonomi, sosial serta budaya. Melalui survei ini, juga dianalisis terkait aspek keberlanjutan dan implementasi kebijakan saat ini. Pada akhir laporan, NZMATES juga memberikan rekomendasi.
Hasilnya, ditemukan beberapa hal yang menjadi catatan untuk pengelolaan PLTS kedepannya. Misalnya, saat ini pengelolaan PLTS di Watmasa dan Lelingluan ini masih sederhana, dan belum ada dukungan nyata dari pemerintah daerah, maka operation dan maintenance (O&M) pada PLTS tersebut masih perlu dukungan dari PMD dan Bappeda. Sedangkan untuk PLTS Adaut, Tutukembong, dan Bomaki, NZMATES merekomendasikan untuk segera dilakukan proses penonaktifan sistem (decommissioning) dan penghapusan aset dari daftar aset milik daerah sesuai peraturan daerah setempat dan dilanjutkan pengelolaan limbah PLTS (waste management) karena beberapa komponen sudah tidak layak secara fisik dan elektrik, sehingga untuk menghindari terjadinya kebakaran serta pencemaran lingkungan maka limbah baterai (masuk dalam kategori B3) yang menjadi butuh perhatian khusus.
PLTS Lelingluan dan Watmasa
PLTS Lelingluan selesai di revitalisasi pada Desember 2022 oleh Direktorat EBTKE Kementerian ESDM. Awalnya, ketika PLTS ini direvitalisasi layanan PLN sudah masuk dan beroperasi 24 jam, sehingga adanya tumpang tindih lokasi proyek antara PLN dan EBTKE, yang membuat saat ini terdapat satu rumah yang mendapat dua aliran Listrik yaitu dari PLTS dan PLN. Setelah selesai direvitalisasi PLTS kemudian hanya melayani kebutuhan listrik warga yang lokasi rumahnya dekat dengan PLTS dan rata-rata warga berpendapatan rendah, tepatnya di RT 6, 7, dan sebagian RT 8. Total ada 125 rumah dan 3 sekolah (fasilitas umum) yang saat ini terlayani oleh PLTS, masing-masing rumah dan sekolah mendapatkan daya sebesar 300 Wh/hari, dengan akses fasilitas yang diberikan adalah dua buah lampu berkapasitas masing 10 W dan satu colokan listrik.
Tingkat konsumsi energi harian dari semua pelanggan sebesar 38.4 kWh per hari dan dengan kapasitas sistem 75 kWp. Data SolarGIS menilai rata-rata keluaran PV harian dari sistem di PLTS Lelingluan bisa mencapai 315.2 kWh/hari, maka ada kapasitas cadangan yang cukup untuk penambahan beban di desa tersebut. Lingkungan dan sistem PLTS dijaga dengan baik oleh komite dan operator yang bertugas.
Ada dua operator PLTS yang ditugaskan di sana, namun operator ini terkendala kapasitas pengetahuan teknis dan belum adanya pelatihan berkala yang diberikan membuat operator sering menemui kendala dalam proses operasi, pemeliharaan, dan penggantian komponen PLTS. Tarif layanan yang disepakati juga rendah, dan tidak semua pelanggan secara konsisten membayar kontribusi listrik bulanan mereka, yang mengakibatkan kurangnya anggaran khusus untuk pemeliharaan dan perawatan. Hal ini menimbulkan risiko kegagalan sistem dalam jangka pendek, mengingat biaya bulanan sebesar Rp. 10.000 per rumah masih belum mencukupi untuk membayar gaji operator.
Kondisi pada PLTS Watmasa, kurang lebih sama dengan yang ada di Lelingluan. PLTS yang terletak di Desa Watmasa, Kecamatan Wua Labobar, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Provinsi Maluku, ini selesai di revitalisasi Desember tahun 2022 oleh Direktorat EBTKE Kementerian ESDM. Menurut operator, setelah revitalisasi PLTS awalnya mampu beroperasi 24 jam sehari. Kemudian, setelah hampir 6 bulan beroperasi, waktu operasional sistem mengalami penurunan menjadi 6-8 jam sehari. Warga pun menyatakan hal yang sama. Pada pukul 12 malam, aliran listrik dari PLTS sudah mati, diduga karena baterai penyimpanan telah kehabisan daya.
Total konsumsi harian di Desa Watmasa adalah 35 kWh/hari dan dengan kapasitas sistem 15 kWp. Berdasarkan SolarGIS rata-rata keluaran sistem PV adalah 55.9 kWh/hari, sehingga sistem tersebut seharusnya masih memungkinkan untuk melistriki desa 24 jam. Ada indikasi kehilangan daya yang signifikan dari PLTS. Hal ini dapat terjadi karena beberapa hal, di antaranya karena kotoran atau debu yang menumpuk pada panel sehingga menyebabkan performa PV menurun, perubahan cuaca, kabel atau koneksi yang tidak baik antar komponen, dan kurangnya pengetahuan operator dalam melakukan perawatan dan pemeliharaan sistem. Selain itu, adanya gangguan listrik atau masalah pada jaringan listrik seperti pada energy limiter yang loss. Kondisi ini juga diperparah dengan adanya dugaan pencurian arus listrik oleh masyarakat.
Dari penilaian yang dilakukan terdapat tantangan yang dihadapi dalam keberlanjutan PLTS ini, antara lain adalah, minimnya alat yang tersedia dan kapasitas teknis operator dalam pengoperasian, pemeliharaan dan pergantian komponen, serta rendahnya tarif yang disepakati oleh pengguna dan tidak semua pelanggan taat dalam membayar iuran listrik setiap bulannya. Iuran bulanan untuk setiap rumah adalah Rp.5.000, yang itu pun masih kurang apabila digunakan untuk membayar honor operator dan karena tidak ada alokasi anggaran khusus untuk biaya perawatan dan pemeliharaan hal ini menyebabkan sistem beresiko mengalami kegagalan dalam jangka waktu singkat.
PLTS Bomaki, Tutukembong, dan Adaut
PLTS di Desa Bomaki, Tutukembong dan Adaut, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Provinsi Maluku dibangun menggunakan anggaran Direktorat Jenderal EBTKE tahun 2015, dan selesai dibangun pada tahun 2016. Saat tim NZMATES melakukan kunjungan ke tiga lokasi di tahun 2023, ditemukan bahwa saat ini PLTS tersebut tidak memiliki operator sehingga tidak beroperasi, serta komponen banyak yang telah hilang dicuri dan rusak terutama pada komponen seperti panel surya, inverter, dan baterai. Kondisi sambungan kabel juga banyak yang telah lapuk dan terputus. Lingkungan ketiga PLTS ini sudah sangat tidak terawat, dipenuhi dengan rumput dan tumbuhan menjalar hingga menutupi komponen-komponen terutama Panel Surya dan Penangkal Petir.
Pada lokasi PLTS Bomaki, ditemukan informasi bahwa pada tahun 2017, PLN UP3 Tual (pada saat itu daerah Kepulauan Tanimbar masih berada dibawah UP3 Tual) mendapatkan arahan dari PLN Pusat untuk mengoperasikan sistem setelah DJEBTKE melakukan koordinasi. PLTS ini awalnya dirancang untuk dapat beroperasi secara hybrid dengan sistem PLTD milik PLN, namun kenyataannya ketika dioperasikan sistem PLTS dan PLTD tidak bisa terinterkoneksi, sehingga dulunya PLN hanya mengoperasikan PLTS secara off grid.
Setelah beberapa bulan dioperasikan oleh PLN, kemudian PLN berhenti menyalakan sistem karena merasa bukan pemilik aset dan tidak memiliki tanggung jawab untuk itu, serta tidak ada dokumen tertulis dari Kementerian ESDM kepada pihak PLN terkait pengelolaan aset PLTS tersebut. Untuk PLTS Tutukembong dan PLTS Adaut tidak ada informan di lapangan yang dapat memberikan informasi terkait riwayat operasi sistem, namun pada kunjungan pertama tim NZMATES pada tahun 2019, didapatkan informasi bahwa PLTS Adaut dan PLTS Tutukembong juga pernah dioperasikan oleh PLN namun tidak berlangsung lama.
Pembelajaran yang bisa diambil dari kondisi ini adalah, perlunya koordinasi erat antara pemerintah pusat dan daerah terkait rencana pembangunan sistem pembangkit listrik energi terbarukan, sehingga dapat disiapkan manajemen pengelolaan aset termasuk manajemen keuangan untuk operasional sistem pembangkit